Pengeluaran biaya yang sangat tinggi baik untuk operasional pengurusan maupun praktek praktek pungutan oleh oknum yang terlibat dalam pengurusan penyesuaian yayasan,
Harus menanggung-biaya pajak ataupun bukan pajak dari proses penyesuaian yayasan,"
Banyak yayasan pendidikan di daerah yang ditakut-takuti pihak tertentu akan dilaporkan kepada kejaksaan. Sebab, yayasan yang tak menyesuaikan diri bisa dibubarkan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Peraturan pemerintah 63 tahun 2008 mengatur mekanisme pelaksanaan UU Yayasan, tetapi lucunya PP belum dilaksanakan, bulan Oktober 2008 kantor Menkumham sudah menutup pintu bagi penyesuaian "yayasan pendidikan" lama yang mau menyesuaikan, kecuali pendaftaran "yayasan pendidikan" baru. Jadi, PP 63 th 2008 mubadzir, bukan "yayasan pendidikan" yang salah tapi pemerintah interkementrian yang membahas dan menerbitkan PP tersebut kedaluwarsa, expire date. Artinya 7 tahun setelah UU lahir, Peraturan pemerintahnya baru terbit.
Banyak pihak yang terjebak dan menjebak dengan istilah “illegal”, sehingga penyelenggara pendidikan yang belum menyesuaikan dengan UU Yayasan dianggap “ilegal”. Belakangan terminologi itu digunakan untuk berbagai kepentingan, antara lain, menyerang pihak pemohon yudisial review di Mahkamah Konstitusi RI, strategi marketing notariat dengan ancaman “ilegal”, mendikreditkan "yayasan pendidikan" lama dengan mendirikan "yayasan pendidikan" baru tanpa berita acara perubahan pengurus "yayasan pendidikan" sebelumnya, menyerang sekolah/ perguruan tinggi swasta kompetitornya dengan serangan “ilegal”, menyingkirkan pengurus lama dengan menyusun pengurus baru yang mendukung pimpinan perguruan swasta, dengan alasan untuk disesuaikan dengan UU Yayasan,
Bagi induk organisasi BMPS, penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat, tudingan "yayasan pendidikan" “ilegal” tidak tertuju pada induk organisasi BMPS, karena para pendiri mayoritas merupakan badan hukum perkumpulan, kecuali Yayasan Kemala Bhayangkari. Jika "yayasan pendidikan" Kemala Bhayangkari disebut sebagian ahli hukum “ilegal”, silahkan ditangkap. Jadi Polri akan menangkap istri Polisi yang tergabung dalam "yayasan pendidikan" Kemala Bhayangkari. Mungkin perkembangan terakhir sudah menyesuaikan.
Istilah jujur hancur terjadi pada badan hukum perkumpulan yang dipaksa pemerintah untuk berubah menjadi yayasan pada tahun 1990-an. Badan hukum perkumpulan seperti Majelis Pendidikan Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Maarif NU, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional, dll tidak merubah menjadi "yayasan pendidikan", (mengabaikan) karena menjadi bagian/ organ dari induknya yakni Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dll. Sementara penyelenggara pendidikan yang berhasil diancam dan diintimidasi pemerintah saat itu, maka saat ini juga terintimidasi sebagai penyelenggara pendidikan yang “ilegal”.
II. Peran BMPS dalam Penyesuaian Yayasan Pendidikan secara Internal
-
Sebagai salah satu obyek UU Yayasan, sangat banyak, hampir setiap kegiatan nasional, regional, lokal, selalu menyinggung UU Yayasan, baik melaui Seminar, Lokakarya, Mukerkab/kot, Mukerptov, Mukernas I, di Istana Negara Jakarta, Mukernas II di Manado, Mukernas III di Jakarta, acara HUT BMPS tiap tahun. Semua hasil Mukernas mensikapi implementasi dan implikasi UU Yayasan. Setiap audiensi ke para Menteri dan jajaranya seperti, Kemdiknas, Kemenag, KemhukHam, Bappenas, Kemenakertrans, Wakil presiden, Menkokesra, Rapat Dengar Pendapat di DPR RI, Badan Perlindungan Konsumen RI, persidangan di MK RI, kerjasama dengan MPR RI, sosialisasi lewat Website, Youtube, SMS ke anggota dan lain-lain.
-
Peran sosialisasi, dan mengkritisi UU Yayasan sudah dilakukan, tetapi tetap dianggap “ilegal”. Puluhan rekomendasi dihasilkan dari berbagai pertemuan, tetapi sudah seribu hari tidak jelas juga solusinya. Peran-peran itu dapat ditanyakan pada internet. Google. Ketik "BMPS dan Yayasan " maka akan muncul puluhan berita baik teks maupun video di internet
III. Peran BMPS dalam Mensikapi Peraturan Perundang-Undangan terkait Penyelenggaraan Pendidikan.
-
Ada pejabat yang mengolok BMPS dan ABPTSI, yang tidak setuju dengan UU BHP, karena BHP dianggap solusi atas status badan hukum yang “ilegal”. Pendapat itu tidak benar, karena BHP khitohnya adalah mewadahi atau memberi payung hukum PTN BHMN. Penulis terlibat penuh dalam UU Sisdiknas, UU BHP sebagai tenaga ahli DPR RI tahun 2001 s.d 2009 sehingga memahami betul kronologis dan risalahnya.
-
Ketika RDP ke DPR RI, antara lain rekomendasinya adalah penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat yang baru harus menyesuaikan dengan UU Yayasan. Bagi penyelenggara pendidikan swasta yang telah ada sebelum UU Yayasan terbit, maka pemerintah wajib mengadakan penyesuaian dengan biaya APBN, namun rupanya pendekatan dialogis di negeri ini sudah biasa tanpa tindak lanjut, artinya "tindak" lanjut, pergi begitu saja. Belakangan diulangi lagi di MPR RI, tetap aja tanpa solusi.
-
Penyelenggaraan pendidikan tidak relevan dan signifikan dengan UU Yayasan, karena Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 dan Jo. PP 66 tahun 2010 sudah cukup menjadi payung hukum penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu para penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengabaikan UU Yayasan, karena payung hokum diatas menjadi pijakan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Sosialisasi dan penyesuaian program dan kegiatan juga gencar dilakukan pada berbagai acara. Terminologi Penyelenggara Pendidikan yang berbadan hukum sudah tepat, karena realitasnya penyelenggara pendidikan sejak lahirnya sudah berbadan hukum yang variatif yakni "yayasan pendidikan" (lama), perkumpulan. persekutuan, perserikatan, wakaf, koperasi dan lain-lain.
-
Pemerintah dan Pemerintah daerah harus menghentikan diskriminasi terhadap “yayasan pendidikan” yakni Pemerintah dan pemerintah daerah harus merubah peruntukan APBN di kementerian Keuangan, kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, 33 Anggaran Dinas Pendidikan Provinsi, 445 Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota, 33 Satker Kemenag Wilayah, 445 Satker Kantor Kemenag Kabupaten/ kota. Jika presiden tidak menerbitkan Inpres tersebut maka presiden melanggar konstitusi UUD 1945 karena lalai dan melakukan diskriminasi terhadap lembaga pendidikan berbasis masyarakat.
Alokasi dana pendidikan di kementerian agama jika dilihat dari pemerataan antara negeri dan swasta tidak seimbang. Ketika Menteri terdahulu seluruh MI memperoleh dana merata antara negeri dan swasta. Negeri hanya 9 % dan swasta 91 %. Saat ini tidak lagi ada pemerataan dengan alasan anggaran terbatas. APBD juga banyak yang inskonstitusional dengan alasan banyak swasta yang mampu. Sebagai tenaga ahli yang terlibat dalam pembahasan di komisi Pendidikan DPRRI tahun 2003, maka kata "dapat" merupakan hasil kompromi antara pihak pemerintah yang menghendaki swasta tidak memperoleh biaya karena sudah memungut dana, sementara pihak legislatif menuntut kata "wajib". Setelah deadlock, dikompromikan dengan kata "dapat".
Sangat disesalkan bahwa struktur kalimat dapat memperoleh:
-
Bantuan teknis,
-
Subsidi dana,
-
Sumber daya lain,
ditafsirkan berbeda oleh eksekutif, terutama di daerah. Kata "dapat memperoleh" seharusnya terpisah dengan kata "bantuan teknis", disalah artikan dengan "dapat memperoleh bantuan" yang terkesan pemerintah semaunya memberi bantuan. Padahal arti sebenarnya adalah pemerintah mengalokasikan dana untuk bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain.
Bantuan teknis atau bimbingan teknis merupakan terminologi manajerial dalam sistem penganggaran dalam APBN. Semua kebijakan dan program selalu diiringi bantuan teknis atau bimbingan teknis (bintek). Payung hukum UU Sisdiknas pasal 55 ayat (4) mengikat penyelenggara pendidikan, eksekutif dan legislatif baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sehingga semua produk hukum dalam APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/ kota jika tidak melaksanakan keputusan MK RI tentang pengalokasian biaya APBN untuk bantuan teknis, subsidi dana, sumberdaya lain yang diskriminatif/ tidak merata maka APBN/ APBD tersebut inkonstitusional.
Namun, penggunaan APBN/ APBD oleh swasta bukan tanpa resiko. Siapapun yang ada penyimpangan APBN/ APBD akan masuk penjara, termasuk sekolah/ madrasah swasta. Oleh karena itu akuntabilitas, manajemen kinerja dan pertanggungjawaban harus sama. Lembaga pengawasan di daerah, provinsi, pusat, kejaksaan, LSM, kepolisian, setiap saat dapat melakukan pengawasan.
IV. REKOMENDASI
Beberapa rekomendasi tentang UU Yayasan sebagai berikut:
A. Rekomendasi Internal
-
Bagi penyelenggara pendidikan yang berbentuk perkumpulan, perserikatan, untuk melakukan optimalisasi fungsi pembinaan, pengawasan dan pengelolaan sesuai dengan PP 17 tahun 2010 Jo. PP 66 tahun 2010. Penanggung jawab utama sektor Pendidikan adalah Kemendikbud sehingga penyelenggaraan pendidikan tunduk pada Kemdikbud, bukan Kemkumham. Urusan Kemenkumham berjuta masalah internal dan eksternal, jangan terbebani dengan jutaan anak yang tak berdosa di stempel dengan "berijasah “ilegal”.
-
Bagi penyelenggara pendidikan yang berbentuk "yayasan pendidikan" supaya diusahakan penyesuaian dengan tetap mengacu pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, terutama penyelenggara pendidikan merupakan ikhtiyar panggilan jiwa demi anak bangsa, bukan badan usaha seperti penjelasan UU Yayasan.
-
Bagi penyelenggara pendidikan yang berbentuk "yayasan pendidikan" yang terlambat daftar dapat menyesuaikan dengan nama "baru" yakni nama yayasan pendidikan ditambah nama lokasinya sehingga tidak ada kesamaan nama yayasan pendidikan. Namun harus mengikuti prosedur keputusan rapat yayasan pendidikan sebelumnya dibawah akta notaris.
-
Bagi penyelenggara pendidikan yang berbentuk "yayasan pendidikan" yang masih kesulitan penyesuaian, dapat bergabung dengan induk organisasi BMPS di Kabupaten, Provinsi atau pusat sebagai organisasi perkumpulan, namun anggaran rumah tangganya diatur sedemikian rupa sehingga terjadi sinergi. Pengelola sekolah/ madrasah tetap, penyelenggaranya yang gabungan antara perkumpulan dan "yayasan pendidikan" yang lama.
-
Pada Munas BMPS ke XI di Palembang tahun 2012 akan diupayakan wadah atau payung badan hukum dari BMPS bagi "yayasan pendidikan" yakni BMPS sebagai badan hukum perkumpulan dan wadah berhimpun induk organisasi BMPS yang sudah memiliki badan hukum. Hal ini dimaksudkan untuk menyelamatkan "yayasan pendidikan" yang kritis menurut UU Yayasan.
-
Sebagai bentuk solideritas terhadap penyelenggara pendidikan yang berbentuk "yayasan pendidikan" yang didholimi, maka BMPS akan menyerahkan seluruh siswa dan guru swasta kepada presiden SBY untuk mengelola pendidikan swasta, termasuk menanggung kehidupan 1,3 juta guru swasta.
B. Rekomendasi Eksternal
1) Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) mendesak pemerintah agar mengubah pasal 8 Undang-undang no 28 tahun 2004 tentang yayasan yang menyatakan pendidikan merupakan badan usaha menjadi pendidikan merupakan amal usaha bersifat nirlaba.
Pasal 8 yang memasukkan pendidikan sebagai badan usaha pada kenyataannya sangat memberatkan yayasan pendidikan swasta karena aturan tersebut memberi konsekuensi pendidikan sebagai badan usaha maka berarti sekolah disamakan dengan Perseroan Terbatas (PT), sehingga harus mencari laba. Konsekuensinya juga mempunyai kewajiban membayar pajak sebagai badan usaha. Sebelumnya, yayasan pendidikan tidak dikenakan pajak karena memang sesuai tujuan para pendiri yakni yayasan pendidikan merupakan bentuk amal usaha yang bersifat nirlaba. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) jika diberikan ke sekolah- sekolah swasta juga dikenakan pajak PPH 21 karena terkena aturan badan usaha. Untuk menerima BOS yayasan malah dikenai pajak PPH 21 sebesar 15 persen. Karena itu, banyak yayasan pendidikan yang menolak BOS karena malah tekor/ tombok untuk membayar. pajak.
2) BMPS dan ABPTSI meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar memutihkan semua yayasan pendidikan yang belum menyesuaikan diri. Itu untuk menyelamatkan kondisi pendidikan agar tidak terjadi kekacauan. Kalau Kementerian Hukum dan HAM tak mengakui yayasan yang tidak menyesuaikan diri, itu berpengaruh terhadap legalitasnya. Akibatnya, sekolah swasta terganjal urusan birokrasi hingga dianggap sekolah “ilegal” oleh dinas pendidikan setempat. Jika itu terjadi, ada jutaan siswa, guru, dan pegawai yang juga terkena dampak,” .
3) Mengingat bahwa begitu banyak Yayasan Pendidikan yang belum menyesuaikan diri dengan UU Yayasan, maka Yayasan Pendidikan yang belum menyesuaikan diri dengan UU Yayasan, mesti diputihkan oleh pemerintah karena:
-
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan masih mempunyai ijin operasional,
-
Bukan berarti Yayasan Pendidikan semacam itu otomatis dibubarkan sebab pembubaran harus berdasarkan purusan pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan (Pasal 71 ayat (4),
-
Pembubaran yayasan-yayasan pendidikan yang sebegitu banyak akan mengakibatkan kesulutan tersendiri bagi masyarakat, bangsa dan negara kita. Betapa besar kerugian bagi peserta dididk, pendidik, tenaga kependikan, penyelenggara dan pengelola,,, Dengan diberlakukannya Pasal 26, 39 dan 30, akan merusak integritas bangsa, ...dan lain-lain.
-
Dengan adanya keunikan pengelolaan yayasan pendidikan, kita menganjurkan agar ketentuan PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU Yayasan dan Peraturan Pelaksanaannya, khususnya bagi yayasan pendidikan, ditangguhkan pelaksanaannya. (moratorium)
-
Banyak faktor yang meyebabkan yayasan belum menyesuaikan dengan peraturan baru, salah satunya adalah banyak orang-orang yayasan (pembina, penasihat, dan pengurus) yang tidak mengikuti perkembangan UU Yayasan, bahkan banyak di antara mereka belum membaca UU Yayasan itu sendiri.
-
Badan Perlindungan Konsumen Nasional pada acara Focused Group Discussion (FGD) pada Senin (15/08) di Jakarta, terkait dengan momentum pemberlakuan UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang jatuh pada tanggal 16 Agustus 2002 menyimpulkan beberapa altematif yang bisa dilakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut dalam rangka mengatasi implikasi negatif yang muncul baik pada lembaga penyelenggara pendidikan swasta (yayasan, maupun pada konsumen (siswa/mahasiswa), sebagai berikut:
-
UU. No. 16 tahun 2001 jo. UU. No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan memerlukan amandemen, karena telah terbukti menimbulkan dampak yang sangat berat bagi keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan swasta oleh yayasan di Indonesia.
-
Mendorong para pihak tertutama para anggota yayasan penyelenggara pendidikan yang merasa dirugikan atas pemberlakukan UU Yayasan untuk mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
-
Meminta Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) Yayasan tersebut.
-
Meminta Pemerintah untuk mela-,kukan revisi atas Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan.
-
Meminta Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pemutihan, yaitu memberi kesempatan kepada yayasan penyelenggara pendidikan swasta yang sampai dengan tanggal 6 Oktober 2008 belum melakukan penyesuaian dengan UU Yayasan, untuk secepatnya melakukan hal tersebut.
Do'stlaringiz bilan baham: |