PENDAHULUAN
Latar Belakang
Classical Swine Fever (CSF) atau dikenal juga dengan sebutan Hog Cholera atau sampar babi adalah salah satu penyakit penting pada industri babi karena, menimbulkan kerugian ekonomi yang besar dan penyebarannya yang meluas di dunia (De Vos
et al. 2005). Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Amerika Utara pada tahun 1830 (Penrith 2013) dan telah menyebar ke seluruh Afrika, Asia, sebagian Amerika Tengah,
sebagian Eropa Timur, juga di Russia dan China (OIE, 2018). Terdapat 34 negara yang di nyatakan bebas dari CSF oleh badan kesehatan hewan dunia OIE (
Office International Des Epizooties), termasuk Belanda yang sebelumnya pernah mengalami wabah CSF pada tahun 1997 (OIE 2018, Elbers
et al. 1999). Penyakit CSF disebabkan oleh virus genus Pestivirus, family Flaviviridae, yang dapat dikelompokkan kedalam tiga genotipe dan 11 subgenotipe (Xing
et al. 2019).
Di Indonesia sendiri penyakit Hog Cholera mewabah pertama kali di Sumatera Utara pada tahun 1995, sejak itu penyakit tersebar di berbagai daerah seperti Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bali dan NTT. Pada akhir tahun 2003 penyakit ini dilaporkan menjangkau Papua pertama kali yakni di Timika (Timika adalah nama populer untuk Kabupaten Mimika) dan menjadi penyebab wabah penyakit babi yang menimbulkan kematian ribuan ekor dan kerugian ekonomi milyaran rupiah di Kabupaten ini (Kementerian Pertanian RI, 2006). Setelah mewabah di Timika, CSF lalu menular ke wilayah lain di Papua, diantaranya Jayapura, Jayawijaya dan Nabire, dan Papua menjadi daerah endemik CSF sampai hari ini (Kementerian Pertanian RI,2006).
Penyakit bersifat endemik. Babi yang terserang virus Hog Cholera virulen, tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi dapat mencapai 100%. Saat wabah yang terjadi di Bali menunjukkan tingkat morbiditas rata-rata 60,15% dan mortalitas 37,86% atau case fatality rate (CFR) 62,94%. Kasus Hog Cholera tertinggi terjadi pada anak babi yang berumur kurang dari 2 bulan dengan tingkat morbiditas 88,15% dan mortalitas 78,88% atau CFR 87,21% dan tingkat mortalitas harian 27,03%. Tindakan yang paling efektif untuk mencegah atau mengendalikan penyakit adalah melakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif yang sudah diatenuasi. Keberhasilan program vaksinasi sangat tergantung dari strain, dosis dan aplikasi vaksin serta status kesehatan hewan yang divaksinasi. Pengendalian dapat dilakukan dengan melalui tindakan karantina. Tindakan penutupan sementara dilakukan terhadap farm tertular. Semua babi yang pernah kontak dan tertular Hog Cholera dilakukan isolasi, stamping out atau tindakan pemotongan bersyarat. Lalu lintas ternak babi dan hasil olahannya dari daerah tertular dilarang keluar atau diperjual belikan. Dan di lokasi kasus dicantumkan tanda larangan “Awas Penyakit Menular”. Sesuai dengan peraturan International Terrestial Animal Health Code (OIE) dan European Community (EC) negara pengekspor babi dan hasil olahannya ke negara bebas Hog Cholera harus menunjukkan pernyataan bebas swine fever berdasarkan investigasi serologis. Hewan yang menderita Hog Cholera tidak dianjurkan untuk dipotong, tetapi dimusnahkan.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam program pengendalian Classical Swine Fever (CSF) pada babi di kabupaten Mimika, Papua sebagai upaya untuk menurunkan prevalensi kasus Classical Swine Fever dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan mengurangi kerugian ekonomi akibat Classical Swine Fever.