Di wisma atlit, jakabaring, palembang, sumatera selatan



Download 0,64 Mb.
bet5/7
Sana04.02.2017
Hajmi0,64 Mb.
#1810
1   2   3   4   5   6   7

Evaluasi Program


Regardless of the scale of your character education initiative, it's a good idea to establish some means of evaluating it so you know whether you are achieving your goals.Terlepas dari skala inisiatif pendidikan karakter, itu ide yang baik untuk membangun beberapa cara untuk mengevaluasi sehingga Anda tahu apakah Anda mencapai tujuan Anda.

Penilaian dapat dirancang untuk mengukur perubahan dalam siswa, perubahan iklim sekolah, dan / atau seberapa baik staf sedang melaksanakan program. The Character Education Partnership has some very helpful publications on assessment and evaluation available as free downloads on their website. Kemitraan Pendidikan Karakter memiliki beberapa publikasi yang sangat membantu pada penilaian dan evaluasi tersedia sebagai download gratis di situs Web mereka. You'll find links to these files at www.goodcharacter.com/assessment.html . Anda akan menemukan link ke file-file ini di www.goodcharacter.com / assessment.html.




        1. Pendidikan Karakter Integral 9

Pendidikan karakter jika ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga basis desain dalam pemrogramannya. Tanpa tiga basis itu, program pendidikan karakter di sekolah hanya menjadi wacana semata.

Pertama, desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses relasional komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang benar terjadi dalam konteks pengajaran ini, termasuk di dalamnya pula adalah ranah noninstruksional, seperti manajemen kelas, konsensus kelas, dan lain-lain, yang membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.

Kedua, desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Untuk menanamkan nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada anak didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran.

Ketiga, desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Ketika lembaga negara lemah dalam penegakan hukum, ketika mereka yang bersalah tidak pernah mendapatkan sanksi yang setimpal, negara telah mendidik masyarakatnya untuk menjadi manusia yang tidak menghargai makna tatanan sosial bersama.

Pendidikan karakter hanya akan bisa efektif jika tiga desain pendidikan karakter ini dilaksanakan secara simultan dan sinergis. Tanpanya, pendidikan kita hanya akan bersifat parsial, inkonsisten, dan tidak efektif.



BAB IV

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN DAMPAKNYA

According to Dr. B. David Brooks, a CE consultant and former school teacher and principal, implementation of a character education program must include a pre-assessment of goals and a post-assessment of results. 5 Such an assessment may be as rigorous as a full blown longitudinal study, or it can be as informal as counting disciplinary referrals or gathering anecdotal teacher impressions.In shooting our videos, we have employed two main discussion techniques: 1) the use of hypothetical situations, and 2) Socratic methoIn the novel Huckleberry Finn , Huck's nagging dilemma was whether it was right or wrong to help a runaway slave escape from his “rightful owner.” Why not ask: What kind of a person was Huck Finn



        1. Praxis Pendidikan Karakter di Sekolah

Wakil Walikota Balikpapan, Rizal Effendi10, mengatakan pendidikan karakter merupakan kebutuhan bagi sekolah. Ia memandang, salah satu pangkal masalah yang menyebabkan bangsa ini belum berkembang maksimal adalah pendidikan karakter yang tidak teraplikasikan dengan baik. Risal mengatakan: "Sekolah masa depan tidak sekedar mengejar peningkatan ilmu tapi karakter," "Salah satu kelemahan bangsa adalah pembentukan karakter.

Sekolah sebagai institusi formal yang memiliki tugas penting bukan hanya untuk meningkatkan penguasaan informasi dan teknologi dari peserta didik, tetapi ia juga bertugas dalam pembentukan kapasitas bertanggungjawab dan kapasitas pengambilan keputusan yang bijak dalam kehidupan, seperti yang dinyatakan Horace Mann (1837), Bapak Pendidikan sebagai berikut:

the highest and noblest office of education pertains to our moral nature. The common school should teach virtue before knowlede, for..knowledge without virtue poses its own dangers “11

Menurut William Bennett (1991) sekolah mempunyai peran yang amat penting dalam pendidikan karakter anak, terutama jika anak-anak tidak mendapatkan pendidikan karakter di rumah. Argumennya didasarkan kenyataan bahwa anak-anak Amerika menghabiskan cukup banyak waktu di sekolah, dan apa yang terekam dalam memori anak-anak di sekolah akan mempengaruhi kepribadian anak ketika dewasa kelak.

Di Indonesia, dimana agama diajarkan di sekolah-sekolah, kelihatannya pendidikan moral masih belum berhasil dilihat dari parameter kejahatan dan demoralisasi masyarakat yang tampak meningkat pada periode ini. Dilihat dari esensinya seperti yang terlihat dari kurikulum pendidikan agama tampaknya agama lebih mengajarkan pada dasar-dasar agama, sementara akhlak atau kandungan nilai-nilai kebaikan belum sepenuhnya disampaikan. Dilihat dari metode pendidikan pun tampaknya terjadi kelemahan karena metode pendidikan yang disampaikan difokuskan pada pendekatan otak kiri/kognitif, yaitu hanya mewajibkan peserta didik untuk mengetahui dan menghafal (memorization) konsep dan kebenaran tanpa menyentuh perasaan, emosi, dan nuraninya.

Dengan demikian peran orangtua dalam pendidikan agama untuk membentuk karakter anak menjadi amat mutlak, karena melalui orangtua pulalah anak memperoleh kesinambungan nilai-nilai kebaikan yang telah ia ketahui di sekolah. Tanpa keterlibatan orangtua dan keluarga maka sebaik apapun nilai-nilai yang diajarkan di sekolah akan menjadi sia-sia, sebab pendidikan karakter harus mengandung unsur afeksi, perasaan, sentuhan nurani, dan prakteknya sekaligus dalam bentuk amalan kehidupan sehari-hari.

Jika kita ingin agar program pendidikan karakter itu berjalan dengan baik dan efektif, kita mesti memiliki parameter untuk mengukur berhasil tidaknya sebuah program pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahaman. Inilah persoalan pertama yang muncul berkaitan dengan penilaian pendidikan karakter. Pendidikan karakter, jika berhasil, dapat meningkatkan performa sekolah dan performa sekolah bisa meningkat jika ada pola kepemimpinan yang berjiwa pendidikan karakter di sekolah.


        1. Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademik Anak12

Mungkin banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).

Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walau pun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai.

Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.

Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).


        1. Kurikulum Pendidikan Karakter di Sekolah

Kurikulum Pendidikan Karakter Di Sekolah menurut Yoseph M.Hoedel, Ph.D meliputi: Preparation

  1. SIKAP- AttitudeWeek 1

Approaching everyday with enthusiasm, confidence and a positive outlook Mendekati sehari-hari dengan antusiasme, keyakinan dan pandangan positif

The disease is a curse at first sight, but I wouldn't be me without it. I haven't given up.                      I don't sit in the corner and cry about my life. "Penyakit ini kutukan pada pandangan pertama, tapi aku tidak akan saya tanpa itu.. Aku tidak menyerah aku tidak duduk di sudut dan menangis tentang hidup saya. I thank God for life. I make the fullest of it.” Saya berterima kasih kepada Tuhan untuk kehidupan.. Saya membuat penuh itu" (MATTIE Stepanek).

  1. PERSIAPAN- Preparation

Doing everything possible up front to ensure your own success Melakukan segala kemungkinan sampai depan untuk memastikan kesuksesan Anda sendiri

"Keberuntungan adalah apa yang terjadi ketika persiapan bertemu kesempatan" (Darrell Royal)



  1. KETEKUNAN-, Perseverance

Refusing to give up in the face of adversity – no matter how difficult the task Menolak untuk menyerah dalam menghadapi kesulitan - tak peduli betapa sulitnya tugas

"Saya telah belajar bahwa keberhasilan harus diukur tidak begitu banyak dengan posisi yang satu telah mencapai dalam hidup sebagai oleh hambatan yang ia telah mengatasi ketika mencoba untuk sukses." (Booker T. Washington).



  1. HORMAT- Respect

Being courteous to others through actions and words; to treat others the way we want to be treated Bersikap sopan kepada orang lain melalui tindakan dan kata-kata; untuk memperlakukan orang lain, seperti cara kita ingin diperlakukan

"Untuk menghormati panduan moral diri kita; untuk memiliki rasa hormat bagi orang lain mengatur perilaku kita." (Laurence Sterne)



  1. KEJUJURAN- Honesty

Telling the truth regardless of the circumstances or consequencesMengatakan yang sebenarnya terlepas dari keadaan atau konsekuensi

"Saya berharap bahwa saya akan selalu memiliki ketegasan dan kebajikan yang cukup untuk mempertahankan apa yang saya anggap terbaik dari semua judul - karakter orang yang jujur." (George Washington)



  1. INTEGRITAS- Integrity

Using an internal set of ethical values as a guide to do the right thing Menggunakan seperangkat nilai-nilai etika internal sebagai pedoman untuk melakukan hal yang benar

"Untuk berpikir mudah. To act is hard. Untuk bertindak keras. But the hardest thing in the world is to act in accordance with your thinking” Tapi hal yang paling sulit di dunia adalah untuk bertindak sesuai dengan pikiran Anda" – (Johann Wolfgang von Goethe)

  1. KEBERANIAN- Courage

An inner strength to confront wrongdoing, take risks and live life to the fullest Sebuah kekuatan batin untuk menghadapi kesalahan, mengambil risiko dan menjalani hidup sepenuhnya

"Untuk menjadi diri sendiri dalam dunia yang terus-menerus berusaha untuk membuat Anda hal lain adalah prestasi terbesar."- (Ralph Waldo Emerson)



  1. PENGHARGAAN- Appreciation,

Being thankful for what you have, instead of complaining about what you don't Bersyukur untuk apa yang Anda miliki, bukan mengeluh tentang apa yang tidak Ada

"Jika saya melihat lebih dari yang lain, itu adalah dengan berdiri di tentara raksasa."

(Sir Isaac Newton)


  1. PENGUASAAN DIRI- Self-Control

Staying in control of one’s emotions in order to make good logical choices in difficult situations

Anger is only one letter short of danger.”- (Anonymous)

“You must be willing to suffer the anger of the opponent, yet not return anger. You must not become bitter. No matter how emotional your opponents are, you must be calm.”

(MARTIN LUTHER KING, JR.)


  1. EMPATI- Empathy

Trying to understand another person's experience; to put yourself in their shoesMencoba untuk memahami pengalaman orang lain, untuk menempatkan diri di posisi mereka."(Dwight MacDonald)


  1. BERSYUKUR/TERIMA KASIH- Gratitude

Acknowledging the role that others have played to help you succeed Mengakui peran yang lain telah dimainkan untuk membantu Anda sukses

"Mari kita bersyukur untuk orang-orang yang membuat kita bahagia, mereka adalah tukang kebun memesona yang memekarkan jiwa kita." (Marcel Proust -Marcel Proust)



  1. TOLERANSI- Tolerance

To understand and embrace people from different backgrounds and those who have different beliefs; not judging others based on superficial qualities Untuk memahami dan menerima orang-orang dari berbagai latar belakang dan orang-orang yang memiliki kepercayaan yang berbeda; tidak menghakimi orang lain berdasarkan kualitas yang dangkal

"Saya punya mimpi bahwa empat anak saya kecil akan suatu hari tinggal di negara di mana mereka tidak akan dinilai oleh warna kulit mereka, tetapi oleh karakter mereka."

(Martin Luther King, Jr)


  1. TUGAS- Duty

A sense of obligation to give something back to community and society Sebuah rasa kewajiban untuk memberikan sesuatu kembali ke masyarakat dan masyarakat

"Kehidupan adalah tidak penting kecuali dalam dampaknya pada kehidupan orang lain."

(Jackie Robinson)


  1. KESETIAAN/LOYALITAS- Loyalty

Demonstrating a strong commitment to people or ideals; staying true to your wordMenunjukkan komitmen yang kuat untuk orang atau cita-cita; tinggal benar kata Anda

"Pernikahan adalah melakukan yang paling berisiko secara rutin diambil dengan jumlah besar orang dalam masyarakat kita." (Howard Markman)



  1. TANGGUNG JAWAB- Responsibility

Keeping promises, meeting obligations and being accountable for your actions Menjaga janji, pertemuan dan kewajiban yang bertanggung jawab atas tindakan Anda

"Orang-orang harus tanggung jawab. They resist assuming it, but they cannot get along without it.” Mereka menolak anggapan itu, tetapi mereka tidak dapat bertahan tanpa dia. "

(John Steinbeck)


  1. IBA- Compassion

Showing kindness and giving support to fellow human beings Menampilkan kebaikan dan memberikan dukungan kepada sesama manusia

"Sebuah hati yang baik adalah lebih baik daripada semua kepala di dunia." (Edward Bulwer-Lytton)



  1. KEPEMIMPINAN- Leadership

Providing guidance and direction to accomplish tasks; being a moral compass to others Memberikan bimbingan dan arahan untuk menyelesaikan tugas; menjadi kompas moral untuk orang lain

"Jika tindakan Anda mengilhami orang lain untuk bermimpi lebih banyak, belajar lebih banyak, berbuat lebih banyak, dan menjadi lebih, Anda seorang pemimpin."-John Quincy Adams (John Quincy Adams)



  1. CHARACTER- Character

The centerpiece of all positive character traits; doing the right thing even when nobody’s looking; something that must be forged through struggle and experience

“Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved.” (Helen Keller)


GAGASAN UTAMA &

TERM OF REFRENCE (TOR)/ KERANGKA

PENDIDIKAN PERDAMAIAN DI SEKOLAH
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan13). Dan menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiga bagian itu tidak bisa dipisah-pisahkan agar peserta didik mencapai kesempurnaan hidup, yaitu keselarasan kehidupan dan penghidupan anak dengan dunianya14).

Peran guru/pendidik adalah kunci utama berhasil tidaknya pendidikan ”nilai, karakter dan perdamaian” di sekolah (pendidikan formal). Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik15 agar peserta didik mampu mengubah sikap dan tatalakunya sampai menjadi pribadi yang dewasa. Pribadi dewasa berarti matang usia, pikiran, sikap dan tindakan. Pribadi dewasa mencapai kesempurnaan bila adanya keseimbangan yang proporsional antara kematangan hidup: umur/usia, pikiran/pandangan, sikap/perilaku dan tindakan/perbuatan selaras dengan dunia sekitarnya.


BAB I

DASAR PEMIKIRAN

Salah satu tugas pokok Pemerintah menurut amanat UUD 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial16.

Dengan pokok pikiran ini, para pendiri bangsa Indonesia hendak membentuk negara yang modern, artinya negara yang insyaf akan kedudukan Indonesia di dunia umumnya dan di Asia Timur Raya khususnya dan insyaf akan aliran zaman yaitu hendak ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian dan keadilan sosial.

Pokok pikiran ini mengakomodir pikiran Soekarno pada pidato pembentukan UUD, apa yang disebutnya ”mission sacree”: ”kita pertama memang bekerja buat tanah air dan bangsa kita tetapi sebenarnya mission sacree kita adalah mission sacree yang lebih luas dari batas-batas tanah air dan bangsa kita sendiri, tetapi sampailah melewati batas tanah air sendiri dan meluap sampai ke Asia, bahkan meluap sampai seluruh dunia. Kita menyusun tanah air bangsa merdeka tetapi pun kita bekerja untuk seluruh perikemanusiaan”.17)

Terkait dengan pendidikan dan pengajaran, para pendiri bangsa Indonesia tetap menempatkannya dalam garis-garis adab kemanusiaan, seperti terkadung dalam segala pengajaran agama. Maka pendidikan dan pengajaran nasional bersendi pada agama dan kebudayaan bangsa serta menuju ke arah keselamatan dan kebahagiaan masyarakat. Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia18).

Ketertiban, kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial adalah budi pekerti kemanusiaan yang menjadi ”suasana kebatinan” UUD 1945 dan menjadi cita-cita moral rakyat yang luhur. Nilai-nilai ini tidak boleh dipisah-pisahkan tetapi kait-mengait. Ketertiban dunia hanya terjadi bila berdasar pada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Ketertiban berasal dari kata tertib, artinya teratur, menurut aturan, rapi, sopan; dengan sepatutnya; peraturan yang baik. Ketertiban berarti peraturan (dalam masyarakat dsb); keadaan serba teratur. Ketertiban dunia berarti peraturan dunia. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berarti ikut melaksanaka peraturan dunia yang disusun berdasarkan dan demi kemerdekan, perdamiaan abadi dan keadilan sosial yang bersifat universal.

Merdeka berarti bebas dari perhambaan, penjajahan dsb; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung pada orang atau pihak tertentu; leluasa. Kemerdekaan adalah keadaan atau hal berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi; kebebasan. Bangsa atau negara merdeka berarti negara otonom atau otonomi nasional (nationale autonomie).

Perdamaian dari kata damai, yang artinya tidak ada perang, tidak ada kerusuhan; aman; tentram; tenang; keadaan tidak bermusuh, rukun. Perdamaian menghentikan permusuhan/perselisihan dsb; perihal damai atau berdamai (berbaik kembali, berhenti bermusuhan) berunding untuk mencari kesepakatan.

Abadi berarti tidak berkesudahan, kekal. Perdamaian abadi berarti perdamaian tanpa akhir, tanpa berkesudahan.

Keadilan sosial, dalam konteks pemikiran para pendiri bangsa Indonesia terutama Muhmmad Hatta adalah kesejahteraan sosial, yaitu hidup dalam tolong menolong, tiap-tiap orang Indonesia berhak mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan penghidupan yang layak bagi manusia, pemerintah menanggung dasar hidup minimum bagi seseorang, perekonomian disusun sebagai usaha bersama, menurut dasar kolektif, cabang-cabang produksi yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh pemerintah, tanah adalah kepunyaan masyarakat, orang-seorang berhak memakai tanah sebanyak yang perlu bagi keluarganya, harta milik orang seorang tidak boleh menjadi alat penindas orang lain, fakir miskin diperlihara oleh pemerintah19).
BAB II

PENGERTIAN PENDIDIKAN PERDAMIAN

Tentang definisi, tidak ada satu pun definisi yang pasti atau benar untuk pendidikan perdamaian. Ada banyak cara untuk mendefinisikan pendidikan perdamaian, bisa dilihat dari isi atau materinya, tetapi bisa juga dilihat dari konteks atau situasinya. Dari materinya, ada tiga definisi yang bisa kita ketahui20)



              1. Dari Segi Materi

  1. Pendekatan berdasar keilmuan:“multi-disciplinary academic and moral quest for solutions to the problems of war and injustice with the consequential development of institutions and movements that will contribute to a peace that is based on justice and reconciliation.” (COPRED, 1986)

  2. Pendekatan berdasar keterampilan dan tingkah laku: “a global term applying to all educational endeavors and activities which take as their focus the promotion of a knowledge of peace and of peace-building and which promote, in the learner, attitudes of tolerance and empathy as well as skills in cooperation, conflict avoidance and conflict resolution so that learners will have the capacity and motivation, individually and collectively, to live in peace with others.” (Cremin, 1993)

  3. Pendekatan yang menggabungkan ilmu, keterampilan, dan tingkah laku: “a process that prepares young people for global responsibility; enables them to understand the nature and implications of global interdependence; and helps them to accept responsibility to work for a just, peaceful and viable global community.” (Reardon, 1988)




              1. Definisi berdasar Konteks dan Situasi

Dari segi konteks dan situasinya, ada beberapa definisi yang terbagi dalam21):

  1. pendidikan perdamaian di masa konflik

  2. pendidikan perdamaian di masa konflik yang sudah selesai

  3. pendidikan perdamaian di masa pembangunan perdamaian

  4. pendidikan perdamaian di daerah yang tidak mengalami konflik

BAB III


ADA TIGA ASPEK PENDIDIKAN PERDAMAIAN

Secara umum, ketika kita berbicara mengenai pendidikan perdamaian, maka ada tiga aspek yang menyusunnya, yaitu: Materi; Proses; Hubungan:



      1. Materi Pendidikan Perdamaian

Swee-Hin Toh dan Virginia Cawagas secara sederhana membagi enam materi dasar yang diberikan dalam pendidikan perdamaian, yaitu:

  1. Pendidikan untuk menghapus budaya perang dan kekerasan

  2. Pendidikan untuk menjunjung hak asasi manusia dan menjadi manusia yang bertanggung jawab

  3. Pendidikan untuk hidup dengan adil dan penuh kasih

  4. Pendidikan untuk membangun solidaritas lintas kultur

  5. Pendidikan untuk memelihara lingkungan

  6. Pendidikan untuk kedamaian pribadi

Keenam materi itu diberikan dengan tujuan akhir yaitu untuk membangun budaya perdamaian dalam masyarakat. Namun hal yang perlu diingat adalah, materi-materi itu tidak harus diberikan dalam mata pelajaran tersendiri, bahkan akan lebih baik jika keenam materi itu masuk dalam semua mata pelajaran yang diberikan dalam kurikulum.

Menurut Samsu Rizal Panggabean, "Pendidikan perdamaian itu meliputi program resolusi konflik, pencegahan kekerasan, pendidikan perdamaian dan pembangunan, pendidikan nirkekerasan, pendidikan perdamaian mendunia atau global, dan pendidikan perdamaian inovatif berbasis sekolah,"



Pertama, program resolusi konflik. Sebagai salah satu tipe pendidikan, program resolusi konflik terfokus pada banyak topik. Yang terpenting diantaranya adalah bagaimana menyelesaikan konflik antar pribadi dengan cara konstruktif melalui mekanisme negoisasi, mediasi sejawat, empati, dan metode resolusi sengketa alternatif seperti melalui proses peradilan.

Kedua, program pencegahan kekerasan. Program ini terkait dengan pencegahan kekerasan yang berurusan dengan prilaku kekerasan seperti tawuran di kalangan pelajar dan pemuda. Selain tawuran, bentuk kekerasan lainnya adalah kenakalan siswa sekolah, kejahatan jalanan, serangan seksual, prasangka buruk, dan stereotip negatif.

Ketiga, pendidikan perdamaian dan pengembangan. Program ini terfokus pada akar dan sumber struktural perdamaian dan kekerasan. Tema pokok program ini adalah kekerasan struktural, kemiskinan, lembaga-lembaga sosial yang tidak adil, dominasi dan penindasan, serta konsumerisme yang berdasarkan pada eksploitasi terhadap sumber daya alam. Tipe pendidikan ini juga mencakup pendidikan hak asasi manusia dan lingkungan hidup.

Keempat, adalah pendidikan nirkekerasan. Fokus pendidikan programnya memusatkan perhatian pada kegiatan mempelajari citra positif perdamaian dan nirkekerasan bagi anak-anak dan siswa. Hal ini juga dapat membantu melawan budaya kekerasan di media, industri hiburan, sekolah, masyarakat, dan tradisi lokal. Contoh kegiatan ini berupa komik dan sandiwara radio anti kekerasan.

Kelima, yaitu, pendidikan perdamaian global yang lebih menekankan perlunya belajar mengenai sistem internasional yang mendorong timbulnya perang. Program ini menangani aspek global dan internasional perdamaian dan kekerasan mulai dari ekonomi, globalisasi, masalah hutang, belanja militer, dan masyarakat sipil global. Yang terakhir adalah program manajemen konflik berbasis sekolah.


      1. Proses Pendidikan Perdamaian

Dalam pendidikan perdamaian, proses belajar itu adalah proses yang menyenangkan. Pembelajar belajar sesuai dengan apa yang diperlukan oleh dirinya dan diarahkan untuk membentuk pribadi yang damai.

Ada empat prinsip dasar pedagogi pendidikan perdamaian yang dikembangkan oleh Swee-Hin Toh dan Virginia Cawagas, yaitu: holistik atau menyeluruh; melalui dialog; mendorong pemikiran kritis; membentuk nilai-nilai perdamaian





        1. Pendidikan holistik atau menyeluruh

Di sini yang diartikan menyeluruh adalah proses pembelajaran itu melibatkan pikiran, hati, dan semangat. Jadi pembelajar benar-benar meresapi dan mengerti apa yang dia pelajari, bukan hanya untuk memperkaya pikiran mau pun keilmuan dia akan tetapi juga memperkaya hatinya.

Menyeluruh di sini juga berarti melibatkan semua aspek dalam kehidupan dari tingkat individu sampai tingkat bangsa atau negara atau dunia. Melibatkan semua sektor dalam masyarakat. Dilaksanakan di semua tingkat pendidikan; dari tingkat dasar sampai tingkat tertinggi dan dalam bentuk pendidikan formal, non-formal, mau pun informal. Selain itu juga menyeluruh dalam artian keterkaitan semua bidang ilmu.



        1. Melalui dialog

Prinsip kedua dalam pedagogi pendidikan perdamaian adalah pelaksanaan pendidikan perdamaian selalu dilakukan dalam bentuk dialog. Dialog memungkinkan pembelajar dan guru berada dalam posisi yang sama dan saling belajar. Dialog sendiri juga melatih pembelajar dan guru untuk saling menghormati karena di dalam dialog terdapat unsur “mendengarkan dengan baik” yang kemudian membuka pembelajar dan guru untuk dapat menerima ide-ide baru. Selain itu melalui dialog maka akan terbangun suasana demokratis dan juga membuka kemungkinan semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

        1. Mendorong pemikiran kritis

Pedagogi pendidikan perdamaian juga dirancang untuk mendorong pemikiran kritis dari pembelajar, yang nantinya diharapkan akan memunculkan komitmen dari pembelajar untuk berperan serta dalam proses transformasi kehidupan ke arah yang lebih baik dan juga berperan dalam membangun budaya damai. Komitmen itu bisa saja pada tingkat personal tetapi juga bisa mencakup pada lingkungan yang lebih luas.

        1. Membentuk nilai-nilai perdamaian

Pada akhirnya, pedagogi pendidikan perdamaian ini akan menghasilkan budaya damai yang mungkin digali dari budaya lokal, dan bisa juga merupakan bentukan baru yang merupakan konsensus bersama.

Di dalam hubungan ini, yang perlu diperhatikan adalah kedudukan guru dan pembelajar adalah sama dan setara. Keduanya berfungsi sebagai sumber ilmu dan keterampilan, tetapi keduanya juga berfungsi sebagai pembelajar. Guru lebih berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran ini (January 3, 2008...6:33 pm).


BAB IV

MODUL DAN PARADIGMA PENDIDIKAN PERDAMIAN
1. Modul Pendidikan Perdamaian

Piet Manoppo mengusulkan modul Pendidikan Perdamaian:



      1. Pendidikan Perdamaian yang akan dikembangkan harus mampu memfasilitasi proses pendidikan dan pelatihan untuk mengarahkan komunitas lokal dan aktivis perdamaian agar berfikir obyektif, kritis, kreatif, dan integratif tentang akar aspirasi keadilan sosial demi membangun perdamaian berkelanjutan.

      2. Pendidikan Perdamaian harus mampu mengembangkan kesadaran kritis kultur kolektif sebagai acuan pengembangan sikap dan prilaku perdamaian. Kesadaran kritis itu bisa melalui ekspresi hidup bersama, memiliki nilai dan moral bersama guna menghadapi dan memecahkan sumber konflik kekerasan di komunitas secara bersama pula.

      3. Pendidikan Perdamaian yang dikembangkan harus dalam rangka membangun kapasitas lokal dalam membangun kemandirian memetakan potensi struktural ketidakadilan sosial. Serta berinisiatif mengelola kemajemukan dan integrasi berbasis kearifan lokal, mereduksi potensi konflik dan prilaku negatif yang muncul akibat ketidak sosialan, serta kesalahan dalam mengelola kemajemukan.


2. Paradigma Pendidikan Perdamaian

Menurut Piet Manoppo, perlu juga diketahui adanya lima paradigma perdamaian dan ciri khas yang dimilikinya.



Pertama, power of force yang memberikan tekanan terhadap kekuatan politik.

Kedua, hukum yang berkaitan dengan tatanan masyarakat dan institusi.

Ketiga, kehendak atau keinginan yang bersifat non violecence serta peran dan kontribusi dari

gerakan sosial.



Keempat, cinta kasih yang melandasi proses transformasi dan spritualitas personal dan komunitas.
3. Pendidikan Perdamaian di Sekolah

Salah satu program pendidikan perdamaian yang perlu diperkenalkan adalah pencegahan kekerasan: seperti tawuran di kalangan pelajar dan pemuda. Selain tawuran, bentuk-bentuk kekerasan lainnya adalah kenakalan siswa di sekolah, kejahatan jalanan, bullying, serangan seksual, prasangka buruk, dan stereotip negatif.

Faktor-faktor risiko terhadap perilaku kekerasan di masyarakat Indonesia juga harus dipertimbangkan. Hal ini mencakup pola perilaku di dalam keluarga, lingkungan sosial yang keras, model budaya yang negatif (misalnya yang disodorkan industri hiburan), penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang, dan ketersediaan senjata tajam.Pertimbangan-pertimbangan masyarakat setempat, misalnya yang terkait dengan adat-istiadat dan agama, harus diperhatikan ketika menyusun kurikulum di bidang program pencegahan kekerasan. Mengembangkan perilaku yang pro-sosial dan cara-cara mengelola amarah adalah unsur lain program pencegahan kekerasan di kalangan siswa di dalam lingkungan sekolah.



        1. Pendekatan Pendidikan Perdamaian di Sekolah

1. Menciptakan iklim ruang kelas yang positif. Lingkungan belajar di kelas diciptakan sehingga memungkinkan siswa menyelesaikan masalah, bekerja dan belajar bersama siswa lain, dan melaksanakan tugas-tugas bersama secara kolaboratif. Proses belajar yang menekankan kerjasama dan interdependensi positif, bukan hanya kompetisi, perlu dipraktikkan di ruang kelas.

Dalam hal ini, gagasan tentang manajemen konflik berbasis sekolah (school-based conflict management) perlu dipertimbangkan.



  1. Pelarangan terhadap hukuman fisik di sekolah. Cara-cara fisik dalam menanamkan disiplin di kalangan peserta didik akan memberikan role-model resolusi konflik yang buruk, merendahkan harga diri siswa, dan mempersulit anak-anak mempercayai orang dewasa. Uraian populer dan disajikan dengan menarik mengenai hak anak – seperti yang pernah dilakukan UNICEF dan World Vision Indonesia, dapat dibawa ke lingkungan sekolah.

  2. Mengelola dan menjalankan sekolah dengan cara-cara yang demokratis. Lokakarya dan pelatihan perlu dilakukan di bidang ini kepada guru dan pegawai sekolah serta siswa. Secara khusus lagi, mendidik guru supaya memahami hak-hak anak perlu dilakukan lebih luas lagi.

  3. Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dari tindakan kejahatan (termasuk yang menyangkut narkoba dan minuman keras, bullying, dan lain-lain).

Pekan perdamaian dan perayaan perdamaian di sekolah perlu diperkenalkan dan dilakukan secara rutin. Demikian juga kegiatan-kegiatan yang menopang hal ini seperti lomba menulis (esai ilmiah dan cerpen) di bidang rekonsiliasi, dan perayaan bersama untuk anak-anak yang berasal dari berbagai daerah dan latar belakang (KJ. Jakarta, 2 Mei 2010)

Peranan BMPS dalam Penyesuaian Anggaran Dasar "Yayasan Pendidikan" sesuai dengan UU. Nomor 16 Tahun 2001 jo. UU. Nomor 28 Tahun 2004,

(Mengkritisi UU Yayasan dan "Yayasan Pendidikan" yang Kritis)

Oleh:

DR. H.A. FATHONI RODLI

Ketua Umum BMPS Pusat

(Badan Musyawarah Perguruan Swasta)
I. PENDAHULUAN

UU Yayasan sejatinya atas pesanan IMF untuk mengatur 48 Yayasan milik pemerintah Orde Baru sebagai syarat pinjaman IMF pada waktu krisis moneter 1998 dan di syahkan oleh DPR RI tahun 2001, diamandemen tahun 2004 menjadi Undang Undang Yayasan yang harus dilaksanakan, yang didalamnya menyatakan pendidikan merupakan badan usaha, yang bertentangan UU Sisdiknas yakni penyelenggara pendidikan merupakan badan hukum bersifat nirlaba, padahal UU Yayasan dirubah tahun 2004 yang setahun sebelumnya UU Sisdiknas lahir. Jelas sekali penyusun UU tidak cermat dalam harmonisasi peraturan perundang undangan.


Ketentuan baru Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU. No 16/2001. Sekolah dan perguruan tinggi swasta yang belum menyesuaikan anggaran dasar/anggaran rumah tangganya "Dipastikan sulit mengurus izin atau mendapat kucuran bantuan". Yayasan pendidikan tersebut tidak memenuhi tenggat penyesuaian pada 6 Oktober 2008. Penyesuaian di antaranya terkait pemisahan kekayaan yayasan dengan pembina, pengurus, dan pengawas, serta soal susunan pengurus agar lebih jelas. Kesulitan menyesuaikan diri terutama dialami yayasan-yayasan kecil yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah di desa-desa. Mereka melayani pendidikan di daerah yang berpuluh tahun akibat terbatasnya pelayanan pendidikan dari pemerintah. Umumnya, yayasan pendidikan swasta besar dan berada di kota yang mudah mengakses informasi tentang kebijakan-kebijakan baru. Banyak yayasan pendidikan di daerah yang tak tahu keharusan penyesuaian diri itu. Karena itu, seharusnya, aturan-aturan untuk swasta yang berkontribusi di pendidikan tak dipersulit.
Banyak sekali peraturan perundang-undangan yang mengatur swasta yang ujung- ujungnya sanksi. Padahal, yayasan ini ingin berkontribusi untuk pendidikan anak bangsa, Pemberlakukan UU Yayasan ini dilapangan telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berpotensi menjadi lebih besar. Permasalahan yang telah timbul antara lain adalah sbb:

  1. Terjadinya konflik internal penyelenggara pendidikan bahkan diantaranya terjerat pada praktek mafia hukum yang tak kunjung selesai;

  2. Penyelenggara pendidikan swasta kehilangan berbagai kesempatan memperoleh dana hibah ataupun pinjaman untuk pengembangan pendidikan;

  3. Terancam kehilangan asset berharga akibat likudasi;

  4. Download 0,64 Mb.

    Do'stlaringiz bilan baham:
1   2   3   4   5   6   7




Ma'lumotlar bazasi mualliflik huquqi bilan himoyalangan ©hozir.org 2024
ma'muriyatiga murojaat qiling

kiriting | ro'yxatdan o'tish
    Bosh sahifa
юртда тантана
Боғда битган
Бугун юртда
Эшитганлар жилманглар
Эшитмадим деманглар
битган бодомлар
Yangiariq tumani
qitish marakazi
Raqamli texnologiyalar
ilishida muhokamadan
tasdiqqa tavsiya
tavsiya etilgan
iqtisodiyot kafedrasi
steiermarkischen landesregierung
asarlaringizni yuboring
o'zingizning asarlaringizni
Iltimos faqat
faqat o'zingizning
steierm rkischen
landesregierung fachabteilung
rkischen landesregierung
hamshira loyihasi
loyihasi mavsum
faolyatining oqibatlari
asosiy adabiyotlar
fakulteti ahborot
ahborot havfsizligi
havfsizligi kafedrasi
fanidan bo’yicha
fakulteti iqtisodiyot
boshqaruv fakulteti
chiqarishda boshqaruv
ishlab chiqarishda
iqtisodiyot fakultet
multiservis tarmoqlari
fanidan asosiy
Uzbek fanidan
mavzulari potok
asosidagi multiservis
'aliyyil a'ziym
billahil 'aliyyil
illaa billahil
quvvata illaa
falah' deganida
Kompyuter savodxonligi
bo’yicha mustaqil
'alal falah'
Hayya 'alal
'alas soloh
Hayya 'alas
mavsum boyicha


yuklab olish